Teuku Nyak Arif, Gubernur Pertama Aceh
aceh.my.id - Kurang dari dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 3 Oktober 1945, Pemerintah Indonesia melalui Gubernur Sumatra Mr. Teuku Muhammad Hasan mengangkat Teuku Nyak Arief sebagai Residen Aceh pada dengan surat ketetapan No. 1/X.
Teuku Nyak Arief bukanlah tokoh baru di Aceh ketika itu, sejak tahun 1919 ia sudah aktif sebagai ketua National Indische Partij (Partai Hindia) cabang Kutaraja yang merupakan partai politik pertama di Hindia Belanda. Partai ini berdiri pada 25 Desember 1912, yang didirikan oleh E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara. Partai ini menjadi organisasi orang-orang pribumi dan campuran di Hindia-Belanda.
Setahun kemudian Teuku Nyak Arief diangkat sebagai Panglima Sagi 26 Mukim menggantikan Ayahnya Teuku Nyak Banta, kemudian berlanjut pada tahun 1927 Ia diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat Volksraad sampai dengan tahun 1931, setelah itu di tahun 1932 Teuku Nyak Arif memimpin gerakan di bawah tanah menentang penjajahan Belanda di Aceh.
Tokoh yang lahir di Ulèë Lheue, Kutaraja (Banda Aceh) pada 17 Juli 1899 ini dikenal sebagai orator ulung, selain itu ia juga sangat gemar membaca terutama yang menyangkut politik dan pemerintahan serta pengetahuan Agama sepeti masyarakat Aceh pada umumnya.
Teuku Nyak Arief memulai pendidikan formalnya di sekolah Rakyat (Volksschool) Kutaraja sebelum kemudian melanjutkan di Sekolah Raja Kweekschool, Bukit Tinggi (Sumatra Barat), dan kemudian melanjutkan ke Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Serang Banten.
Setelah
menyelesaikan pendidikan, Teuku Nyak Arif terlibat aktif bersama bersama Mr.
Teuku Muhammad Hasan dalam berbagai kegiatan peningkatan pendidikan khusunya di
Aceh. Misalnya mereka pernah mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja dan mempelopori
berdirinya organisasi Atjehsche Studiefonds (Dana Pelajar Aceh) yang bertujuan
untuk membantu anak-anak Aceh yang cerdas tetapi tidak mampu untuk sekolah.
Taman
Siswa Kutaraja didirikan pada tanggal 11 Juli 1937, dalam waktu yang relatif
singkat Teuku Nyak Arif dan pengurus lainnya bahkan berhasil membuka sampai
dengan empat sekolah Taman Siswa di Kutaraja. Taman Siswa ini merupakan bagian
dari lembaga pendidikan Taman Siswa yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara sejak
tahun 1922 di Yogyakarta.
Pada
masa pendudukan Jepang, Teuku Nyak Arief pernah memimpin Atjeh Shu Sangi Kai
(Dewan penasehat Daerah Aceh), badan yang semacam lembaga legislatif ini merupakan
dewan yang didirikan oleh pemerintah pendudukan Jepang, banda ini beranggotakan
30 orang, anggotanya terdiri dari berbagai kelompok elit di Aceh.
Setelah
proklami kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 29 Agustus 1945 Teuku
Nyak Arief diangkat menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Aceh,
pada saat di KNI ia bahkan pernah menjual harta benda pribadinya termasuk
segala perhiasan emas milik istrinya, demi kelancaran perjuangan untuk
mempertahankan tanah air Indonesia.
Sampai akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1945 pemerintah Indonesia melalui surat ketetapan No. 1/X dari Gubernur Sumatra mengangkat Teuku Nyak Arief sebagai Residen Aceh, ketika itu di awal kemerdekaan Indonesia, Aceh masih menjadi bagian dari provinsi sumatra yang dipimpin oleh Gubernur Mr. Teuku Muhammad Hasan.
Masa
kepemimpnan Teuku Nyak Arief sebagai residen Aceh tidak bertahan lama, hal ini
dikarenakan terjadinya peristiwa Perang Cumbok yang mengakibatkan perpecahan
antara golongan bangsawan dan Ulama. Teuku Nyak Arief merasa sedih ketika
mendengar peristiwa tersebut, karena Ia telah berusaha mempersatukannya sejak
zaman Hindia Belanda dan Jepang.
Laskar
Ulama yang di dipimpin Husein Al Mujahid mempunyai ambisi untuk menggantikan
residen Teuku Nyak Arif (bangsawan), dan hal ini juga telah mendapat dukungan
dari Tentara Perlawanan Rakyat (TPR).
Sampai
pada akhirnya pada Januari 1946 Teuku Nyak Arief ditangkap oleh TPR saat ia
dalam keadaan sakit, kemudian ia dibawa ke Takengon dan ditahan di sana.
Dalam keadaan sakit, Teuku
Nyak Arief masih memikirkan tawanan lainnya dan keadaan rakyat Aceh pada
umumnya.
T.
Nyak Arif meninggal pada tanggal 4 Mei 1946 di Takengon. Ia sempat berpesan
kepada keluarganya "Jangan menaruh dendam, karena kepentingan rakyat
harus diletakkan di atas segala-galanya".
Jenazahnya
dibawa ke Kutaraja dan dikebumikan di tanah pemakaman keluarga pada tepi sungai
Lamnyong di Lamreung, Aceh Besar, dua kilometer dari Lamnyong, Banda Aceh.
Sebagai penghormatan, jalan letak makam beliau diberi nama Jalan Makam Teuku
Nyak Arief.
Leave a Comment