Ali Hasyimi, dari Sastrawan sampai Gubernur Aceh

aceh.my.id - Tulisannya yang unik dan inovatif, begitu karya sastra-nya dikenal. Ali Hasyimi, tokoh sastrawan Aceh yang pada akhirnya menjadi Gubernur Provinsi Aceh untuk Periode 1957—1964 (untuk dua kali masa jabatan), tak hanya di bidang sastra ia telah memberikan kontribusi yang signifikan dan membawa perubahan positif dan berdampak luas bagi Aceh.

Ali Hasyimi, lahir dengan nama Muhammad Ali Hasyim pada 28 Maret 1914 di Lampaseh, Aceh Besar. Beliau merupakan anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya, Tengku Hasjim, adalah anak panglima perang, Pang Abas, yang turut berperang melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Aceh.

Beberapa sumber mengatakan bahwa ia bersekolah do sekolah Belanda (Government Inlandsche School) yang berlokasi di Montasik, Aceh Besar. Pada sore hari ia belajar di sekolah agama di dayah (semacam pesantren), dan malam hari meneruskan belajar agama di meunasah. 

Sumber Gambar : abulyatama.ac.id

Pada tahun 1930 Ali Hasyimi pindah domisili ke Seulimeun dalam rangka mengikuti ayahnya yang sepeninggal ibunya menikah lagi. Di sana ia melanjutkan sekolah di Tsanawiyah (Setingkat SMP) yang diselesaikannya dalam tiga tahun, kemudian, ia merantau ke Padangpanjang (Sumatera Barat) untuk melanjutkan sekolahnya di Tawalib School selama tiga tahun, perkenalannya dengan dunia sastra dan jurnalistik pertama terjadi disana, ketika itu ia menjadi sekretaris redaksi majalah pelajar Kewajiban.

Setelah menyelesaikan Pendidikan di Tawalib School, Ali Hasyimi kembali ke Aceh dan mengajar selama kurang lebih tiga tahun, namun semangatnya untuk belajar membawanya kembali merantau ke Padang untuk meneruskan pendidikan di perguruan tinggi, Al-Jamiah al-Islamiyah Quism Adabul Lughah wa Tarikh al-Islamiyah (Perguruan Kebudayaan Islam).  

Semangat Ali Hasyimi dalam menuntut ilmu terbukti tak pernah pudah, ini terbukti di usianya 50 tahun, Ali Hasjmy kembali mulai berkuliah di Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatra Utara (Tahun 1952—1953), padahal sejak itu kariernya sebagai sastrawan juga sudah dimulai dengan menulis untuk beberapa majalah di Jakarta dan Medan, ketika itu ia seangkatan dengan Hamka, OR Mandank, dan A. Damhuri.

Ali Hasyimi semakin dikenal sebagai penyair dan penulis cerpen melalui majalah Panji Islam, Pedoman Masyarakat dan Angkatan Baru. Selain menuli untuk majalan ia telah menerbitkan 18 karya sastra, 5 terjemahan, dan 20 karya tulis lainnya. Karya sastranya mencakup berbagai genre, mulai dari puisi hingga novel, dan telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan sastra di Nusantara.

Berikut merupakan beberapa karya terbaik Ali Hasyimi:

No

Judul Buku

Deskripsi

1

Pribadi Muslimah Ideal

Buku ini mendapatkan penilaian rata-rata 4.15 dari pembaca

2

Membentuk Pribadi Muslim Ideal

Buku ini mendapatkan penilaian rata-rata 3.43 dari pembaca

3

Kisah Seorang Pengembara

Sajak ini diterbitkan oleh Pustaka Islam, Medan pada tahun 1936

4

Sayap Terkulai

Buku ini merupakan kisah roman perjuangan yang selesai ditulis pada tahun 1938

5

Bermandi Cahaya Bulan

Roman pergerakan ini diterbitkan oleh Indiche Drukrij, Medan pada tahun 1939

6

Melalui Jalan Raya Dunia

Roman masyarakat ini diterbitkan oleh Indiche Drukrij, Medan pada tahun 1939

7

Suara Azan dan Lonceng Gereja

Roman antara agama ini diterbitkan oleh Syarikat Tapanuli pada tahun 1940

Selain dikenal sebagai seorang sastrawan, Ali Hasyimi juga dikenal sebagai ulama, pejuang kemerdekaan, akademisi dan tokoh politik. Ia pernah menduduki berbagai jabatan strategis baik ditingkat provinsi maupun tinggak nasional antara lain, Kepala Jawatan Sosial Daerah Aceh, Kutaraja (1946-1947), Kepala Jawatan Sosial Sumatera Utara (1949), Kepala Bagian Umum pada Jawatan Bimbingan dan Perbaikan Sosial Kementerian Sosial di Jakarta (1957).

Pada tahun 1957 ia terpilih menjadi Gubernur Provinsi Aceh sampai dengan tahun 1964, untuk dua kali masa jabatan. Kemudian pada 1975 ia menjadi Rektor Institut Agama Islam Negeri Jamiah Ar Raniry, Darussalam, Banda Aceh, sekaligus diangkat sebagai guru besar dalam ilmu dakwah oleh IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

Jabatan lain yang pernah diemban oleh Ali Hasyimi adalah Ketua Majelis Ulama Aceh dan Gubernur Jakarta diperbantukan Menteri Dalam Negeri periode 1964-1968.

Seorang cendekiawan muslim dan kritikus sastra berdarah Gorontalo H.B. Jassin pernah menyebut bahwa Ali Hasjmy adalah penyair Islam dan penyair kebangsaan. Semangat kebangsaannya itu, antara lain terungkap dalam sajak yang berjudul "Sawah" yang dengan halus menyindir nasib Indonesia di bawah penjajahan orang Belanda yang mengangkut kekayaan Indonesia ke negerinya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.