Abdullah Muzakir Walad: Dari Kepala Sekolah hingga Gubernur Aceh
Insya Allah kita sangat mendukung dan hari ini kita juga langsung ikut membantu fasilitas pendukung Museum Rumah Abdullah Muzakkir Walad sebagai pusat edukasi bagi generasi muda
aceh.my.id - Dukungan tersebut disampaikan oleh Sandiaga Salahuddin Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2020 -2024) saat melakukan kunjungan ke rumah mantan Gubernur Aceh Abdullah Muzakkir Walad yang berada di Gampong Wisata Lubok Sukon, pada Kamis, 13 April 2023 silam.
Nama Abdullah Muzakir Walad mungkin tak sepopuler tokoh nasional lainnya, namun jejak pengabdiannya terhadap Aceh sangat mendalam dan tak bisa dilupakan.
Foto Abdullah Muzakir Walad (sumber wikipedia)
Lahir pada 20 Agustus 1920 di Lubok Sukon, Kabupaten Aceh Besar. Abdullah Muzakir Walad menempuh pendidikan sekolah dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Sigli, kemudian pendidikan sekolah menengah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), dan pendidikan sekolah guru di Kweekschool Yogyakarta, yang pada masa itu hanya dapat dimasuki oleh siswa-siswa terbaik dari berbagai daerah.
Setelah menyelesaikan pendidikan guru di Kweekschool Yogyakarta, Muzakir kembali ke Aceh dan mengabdikan diri sebagai pendidik di tanah kelahirannya, Ia mengajar di beberapa sekolah dasar dan menengah, bahkan sampai pernah menjabat sebagai kepala sekolah.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Muzakir terlibat dalam Stadswacht, semacam pasukan sipil yang dilatih militer. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, ia bergabung dengan Tentara Republik Indonesia (TRI) dan menjadi bagian dari Divisi X Sumatera, yang saat itu menjadi tulang punggung pertahanan wilayah barat Indonesia.
Untuk memperdalam ilmu kemiliternannya Muzakir pernah mengikuti Pendidikan Opsir Divisi IX Banteng di Bukittinggi, dan lulus dengan predikat terbaik. Pengalaman militernya menjadikannya salah satu figur kunci dalam upaya menjaga stabilitas Aceh pasca-kemerdekaan, termasuk dalam penyelesaian konflik internal seperti gerakan DI/TII.
Pada awal 1960-an Muzakir mengundurkan diri dari dinas ketentaraan, namun ia tidak langsung masuk ke pemerintahan. Ia memilih jalur bisnis dan sempat menjadi seorang konsultan swasta. Keahliannya dalam organisasi dan ketertiban membuat jasanya dicari, baik oleh sektor pemerintah maupun swasta.
Dalam buku biografi "Ayah Gani: Ketua Dewan Revolusi DI/TII Aceh (2021)", sang penulis H. Ramly Ganie yang merupakan anak Ayah Gani menceritakan bahwa, suatu ketika Abdullah Muzakkir Walad yang ketika itu telah menjadi pengusaha, pernah mengirimkan dua lusin kemeja dan kain sarung baru ke rumah Ayah Gani di Lampriet, Banda Aceh.
Hal tersebut dilakukan ketika mendapat kabar bahwa Ayah Gani telah bebas dari penjara, Ia berpikir bahwa Ayah Gani pasti tidak memiliki cukup baju dan kain sarung bagus setelah keluar penjara.
Kepada
Ramly Ganie, Abdullah Muzakir Walad menceritakan bahwa dahulu ia pernah
mengirim banyak baju dan sarung ke rumah Ayah Gani, tetapi Ayah Gani cuma mau
mengambil satu buah kemeja dan sarung.
“Alangkah terkejut saya karena Ayah Gani hanya mengambil sehelai sarung dan sehelai kemeja,” kata Abdullah Muzakkir Walad, sebagaimana dikisahkan Ramly Ganie dalam biografi Ayah Gani: Ketua Dewan Revolusi DI/TII Aceh (2021).
Gubernur
Aceh (1968–1978)
Pada
23 Maret 1968, Abdullah Muzakir Walad resmi dilantik sebagai Gubernur
Aceh ke-10, menggantikan Teuku Hamzah. Ia menjabat hingga 27 Agustus
1978, menjadikannya salah satu gubernur dengan masa jabatan terlama dalam
sejarah Aceh modern.
Dalam
masa kepemimpinannya, Aceh mulai berbenah secara administratif dan
infrastruktur. Ia dikenal sebagai sosok yang memprioritaskan pembangunan
pendidikan, ketahanan pangan, dan penataan wilayah, termasuk proyek
besar pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh yang masih
menjadi rujukan teknis hingga kini.
Kepemimpinan
Abdullah Muzakir dianggap membawa kestabilan di tengah gejolak nasional pada
era Orde Baru. Ia berhasil menjaga keharmonisan antara pusat dan daerah, serta
antara masyarakat adat, tokoh agama, dan pemerintahan sipil.
Kehidupan
Setelah Jabatan dan Warisan
Setelah
melepaskan jabatan pada 1978, Abdullah Muzakir menjalani masa pensiun dengan
tenang dan tetap dihormati sebagai sesepuh. Ia sering diminta menjadi penasihat
informal untuk tokoh-tokoh muda dan organisasi masyarakat.
Muzakir wafat pada 10 November 2000, meninggalkan warisan panjang bagi Aceh. Meski tak banyak publikasi tentang dirinya, para pendidik, birokrat senior, dan veteran militer masih mengenangnya sebagai pemimpin yang “senyap namun berpengaruh.”
Abdullah
Muzakir Walad adalah potret pemimpin yang mengalir dari rakyat, membentuk
dirinya melalui pendidikan, pengabdian, dan ketekunan. Dari ruang kelas hingga
kantor gubernur, ia tetap membawa prinsip yang sama: bekerja untuk rakyat,
bukan untuk nama. Aceh hari ini masih berdiri di atas fondasi yang ikut ia
bangun dengan ketulusan.
Leave a Comment